Header Ads

Pengetahuan Peta


1.  PENGERTIAN  PETA
            Peta adalah gambaran ( lukisan ) sebagian atau seluruh permukaan bumi pada bidang datar dengan  perbandingan tertentu yang berisi suatu jenis informasi-informasi tentang muka bumi yang bersangkutan.
       Peta merupakan gambaran konversional ( perjanjian ) sebab didalamnya terdapat ketentuan-ketentuan maupun kesepakatan yang bersifat umum, seperti : dasar perhitungan geris meridian dan garis bujur, skala, warna simbol dan sebagainya.
            Agar semua peta dapat berfungsi dengan baik, maka harus memenuhi tiga persyaratan pokok yaitu :
a.    Peta Harus Conform (Sesuai Bentuknya).
Maksudnya bahwa bentuk peta yang tergambar walaupun kecil harus sebangun dengan keadaan yang sesungguhnya, tidak boleh menambah atau mengurangi.          
b.    Peta Harus Equidistant (Sesuai Jaraknya).
          Maksudnya bahwa dengan skala tertentu sebagaimana yang dipergunakan maka jarak-jarak dan posisis-posisi dari segala kenampakannya walaupun kecil harus sesuai dengan keadaan senyatanya.
c.    Peta Harus Equivalent / Equal Areal (Sesuai Luasnya).
 Maksudnya bahwa dengan skala yang dicantumkan dibawah judul peta, apabila jarak dikalikan dengan skala peta hasilnya harus sesuai dengan jarak sesungguhnya dilapangan.
     Pada saat ini hampir semua lapangan mempergunakan peta sebagai alat bantu sebab :
a.       Merupakan alat peraga yang cukup baik, indah dan benar.
b.      Merupakan dokumen ilmiah karena dapat digunakan untuk keperluan riset, rencana (pelaksanaan pembangunan).
c.       Merupakan sumber informasi yang padat baik bersifat fisik, sosial , ekonomis dan budaya.
d.      Merupakan pelemparan ide seorang geograf khususnya, sehingga mempelajari peta berarti mempelajari geografi.
     Ilmu yang mempelajari peta disebut Kartografi.
     Sedangkan tugas seorang Kartograf adalah :
a.       Penyelidikan dan pengukuran data yang dilaksanakan secara :
-           Geodetis yaitu pengukuran jarak mendatar dan tinggi suatu tempat.
-           Fotogrmatis yaitu dengan pemotretan dari segala kenampakan yang akan dibuat.
b.      Mengoreksi, menganalisa  dan membuat konsep dan menggambar data tersebut.
c.       Mengoreksi kembali dan mencocokan dengan kenyataan di lapangan.
d.      Apabila sudah benar kemudian dicetak (diperbanyak).
     Badan-badan pemetaan di Indonesia saat ini diantaranya :
Direktorat Topografi, Direktorat Land Use, Direktorat Geologi, Badan Atlas Nasional, Perusahaan Negara Areal Surney, Jawatan Hidrologi AL dsb.
2.    PENGGOLONGAN  PETA.
Untuk memudahkan memahami peta, maka peta akan kita kelompokan sesuai dengan sudut pandangannya.
2.1.  Menurut skalanya peta digolongkan menjadi :
2.1.1. Peta Kadaster, berskala 1: > 100 s/d  1: 5000
Peta jenis ini terdapat pada Dinas Agraria yang menggambarkan peta tanah hak milik
( letter C ).
2.1.2. Peta Skala Besar , berskala 1: > 5000 s/d  1: 250.000
Peta jenis ini dipergunakan untuk menggambarkan wilayah-wilayah yang relatif sempit, seperti : Peta Desa,Peta Kecamatan dsb.
2.1.3. Peta Skala Sedang,berskala  1: > 250.000 s/d 1: 500.000
          Peta jenis ini dipergunakan untuk menggambarkan daerah yang agak luas,
seperti : Peta Propinsi Jawa Tengah, Peta DKI Jakarta dsb.
2.1.4. Peta Skala Kecil, berskala  1: > 500.000 s/d 1: 1.000.000
Peta jenis ini dipergunakan untuk menggambarkan daerah yang cukup luas yang biasanya berupa negara, seperti : Peta Indonesia, Peta Kanada dsb.
2.1.5. Peta Geografi, berskala  1: > 1.000.000
Peta jenis ini biasanya dipergunakan untuk menggambarkan sekelompok negara, benua atau dunia, seperti : Peta ASEAN, Peta Afrika dsb.
2.2.  Sedangkan menurut isinya peta digolongkan menjadi  :
2.2.1. Peta Umum (Peta Ikhtisar).
Merupakan peta yang menggambarkan segala sesuatu yang terdapat pada suatu daerah.
Dalam peta ini digambarkan kenampakan fisiografis seperti : gunung, pulau, sungai dsb, dan kenampakan sosiografis seperti : Jalan raya, kota, pelabuhan dsb.
Peta umum ini terbagi menjadi :
a.    Peta Chorografi.
Merupakan peta yang menggambarkan sebagian atau seluruh permukaan   bumi yang bercorak umum dan berskala kecil.
Contoh :
     - Atlas.
b.    Peta Topografi.
     Merupakan peta yang menggambarkan permukaan bumi yang dititik beratkan  
                          pada reliefnya.
Peta topografi ini mencakup :
-  Bentangan alam seperti : Pegunungan, dataran rendah dsb.
-          Hidrografi seperti : Danau, laut, sungai dsb.
-          Bentangan budaya seperti : Jalur komunikasi, jalan kereta api, bangunan dsb.
Contoh :
      - Peta Senering ( saluran ).
      - Peta Perencanaan Irigasi.
      - Peta Jalan Kereta Api.
2.2.2. Peta Khusus ( Peta Thematik).
Merupakan petayang menggambarkan kenampakan tertentu, sedang kenampakan yang lain tidak ditonjolkan.
Contoh :
-       Peta Geologi.
-       Peta Iklim.
-       Peta Jalur Penerbangan.
2.3.  Bentuk Peta.
2.3.1. Peta Analog.
a.      Peta Planimetri ( Peta Datar, Peta Dua Dimensi ).
Adalah peta yang digambar dibidang datar, perbedaan, bentuk muka bumi digambar dengan perbedaan warna atau simbol lain.
b.    Peta Stereometri ( Peta Timbul, Peta Tiga dimensi ).
Adalah peta yang dibuat sesuai bentuk aslinya sehingga dapat dilihat kenampakan relief dengan jelas. Untuk mengamati peta ini dapat dilihat dari atas atau dari samping.
2.3.2. Peta Digital.
Adalah peta yang dibuat dengan komputer yang dapat berupa peta planimetri dan peta stereometri.
3.    KOMPOSISI PETA.
Adalah susunan peta yang didasarkan pada peraturan –peraturan tertentu. Peta akan dapat digunakan dengan baik apabila didalmnya dilengkapu dengan keterangan tentang segala bentuk simbol, tulisan serta keterangan lain yang digunakan dalam menggambarkan suatu daerah.
      Komposisi peta tersebut meliputi :
3.1.  Judul Peta.
Mencerminkan ide dan isi yang dituangkan pada peta. Dituliskan dengan huruf besar pada tempat yang tidak mengganggu peta utama yang biasanya diluar garis tepi peta.
Untuk peta skala besar seperti  peta topografi, pemberian judul dipilih nama daerah ( kota terbesar ) yang dikenal oleh umum.
Judul peta ada dua macam :
3.1.1. Judul peta yang bersifat Administratif.
   Contoh :
-  Peta Propinsi Jawa Tengah .
-  Peta Kabupaten Brebes .
3.1.2. Judul peta yang bersifat Problematik.
Judul peta ini merupakan suatu problema atau jawaban dari suatu problema, peta ini termasuk klasifikasi peta thematik.
   Contoh :
-  Peta curah hujan Propinsi Jawa Tengah .
-  Peta jenis tanah Kabupaten Brebes .
3.2.  Skala Peta.
Adalah angka yang menunjukan perbandingan jarak di peta dengan jarak yang sebenarnya  di lapangan ( di permukaan bumi ).
Skala peta berfunsi sebagai sarana ( alat ) menghitung jarak bahkan membandingkan luas wilayah daerah yang satu dengan daerah yang lain. 
Dalam kartogarafi terdapat 3 ( tiga ) macam skala :
3.2.1. Skala Numerik  ( Skala Pecahan, Fractional Scale ).
Adalah skala yang mempergunakan angka perbandingan berupa angka pecahan.
Skala numerik ini yang umum digunakan di Indonesia.
Contoh :
Skala peta 1 : 100.000 atau          1       1
                                                             100.000
                   Artinya 1cm pada peta  = 100.000 m dipermukaan bumi , jadi 1cm pada      
                 peta  = 1 km jarak sesungguhnya dipermukaan bumi.
3.2.2. Skala Grafik ( Skala Garis ).
Adalah skala yang menggunakan grafik ( balok, garis ) dengan panjang tertentu sebagai perbandingan dengan panjang sesungguhnya dilapangan.
Skala grafik ini umumnya digunakan dalam pembuatan peta statistik maupun grafik.
Contoh :
                 Peta dengan skala numerik 1: 1000.000, apabila dijadikan ( diubah ) menjadi skala grafik adalah :
                                                      0                                        40 km
¦¦¦¦¦
      0         1         2          3         4 cm
3.2.3. Skala Verbal ( Skala inci per mil, inch to mile ).
Adalah skala yang angka perbandingannya menggunakan satuan panjang inci maupun mil.
Skala ini banyak dipakai dinegara-negara Eropa dan Amerika, dan pertama kali dipakai tahun 1965 oleh Inggris dinegara jajahannya.
Contoh :
Peta dengan skala 1 inch to 5 mile, artinya bahwa jarak 1 inci pada peta = 5 mil dilapangan, ( 1 mil = 1/ 60 meridian = 1/60 × 111,11 km = 1851,66 km ). Jika peta berskala 1 :  253.440 dan satuan panjang adalah inci berarti 1 inci dipeta =  253.440 inci dilapangan.
Jadi skala petanya adalah = 1: 253.440
                               1 inci = 253.440 inci
1 inci = 253.440 ×          1         = 3,97900 mil = 4 mil
                               63.360 mil
1 inci = 4 mil atau 1 inch to 4 mile.
Catatan :
1 km  =  0,6214 mil                          1 meter  = 3,281 feet
1 m    =  39,37 inci                           1 feet     =         1      mil
                                                                               5280
1 m    =  3,2808 kaki ( feet )             1 mil      = 5280 kaki (feet)                       
1 inci =  2,54 cm                               1 mil      = (5280 kaki) x          1       
                                                                                                    3,281
                                                                      = 1609,2912 m

                                                                      = 1600 m                                                                         
1 mil  = 126.720 inci                            
Apabila kita mempunyai peta yang tidak ada skalanya maka dapat kita tentukan skalanya dengan berbagai cara :
a.          Dengan membandingkan titik-titik dipeta dengan titik-titik dilapangan.
      Contoh :
               Jarak S – W dipeta = 5 cm, lalu jarak S – W dilapangan diukur ternyata jaraknya 100 meter.
                5 cm = 100 m
                5 cm = 10.000 cm
                                              5 cm = 10.000 cm = 2.000 cm
                                                            5
                                              Jadi skalanya = 1 :  2.000
b.      Dengan memperhitungkan selisih derajat lintang atau bujur.
Contoh :
Kota S terletak pada lintang 10˚ 30 ' LS sedangkan kota W terletak pada lintang 10˚ 32'. Jarak kota S – W pada peta 10 cm.
Selisih derajat lintang 10˚ 32 ' - 10˚ 30 ' = 2'
2' = 2/60 × 111 km  = 3,7 km =  370.000 cm
                                              10 cm = 370.000 cm
                                 1 cm = 37.000 cm
                                              Jadi skalanya 1 : 37.000
Catatan :
Keliling bumi = 40.000 km diperlukan waktu selama 24 jam untuk  menempuh sebanyak 360˚.
24 jam = 40.000 km     =  360˚
  1 jam = 40.000 km      =  360˚
                   24             =   24˚
            = 1666,666 km  =   15˚
         = 1666,666 km  =  60 menit
                      15                  15
            = 111,111 km     =  4 menit
c.          Dengan membandingkan peta lain atau photo udara yang berskala untuk kenampakan yang sama.
Contoh :
               Pada peta I yang tidak berskala jarak kota A – N adalah 2 cm, sedangkan jarak kota A– N pada peta II  9 cm dan berskala 1: 10.000
                  2 × X = 9 × 10.000
                   2X = 90.000
                     X = 90.000
                              2
                         = 45.000
Jadi peta I berskala 45.000.
d.      Untuk peta topografi di Indonesia berlaku Ci = 1 /2000 × penyebut skala yang dinyatakan dalam meter.
Contour interval ( Ci ) adalah angka yang menunjukkan selisih ketinggian yang ditunjukkan oleh garis contour yang berurutan.
Garis Contour adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan tempat yang mempunyai ketinggian yang sama.
Contoh :
               Ci = 40 m
      40 = 1/2000 × X
               X  = 80.000
               Jadi skalanya 1: 80.000
3.3.  Arah Orientasi Peta ( Arah Mata Angin ).
                        Adalah salah satu arah dari arah koordinat yang dipakai dalam peta. Biasanya dipakai arah utara selatan sepanjang meridian ( longitude ) peta.
3.4.  Garis Astronomis.
            Adalah garis lintang dan garis bujur untuk menentukan lokasi suatu tempat pada peta.
Garis lintang adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan titik barat dan titik timur sejajar dengan garis khatulistiwa.
Garis lintang ini jumlahnya 180 buah yang perhitungannya dimulai dari garis lintang 0˚
( garis khatulistiwa, garis equator, garis lini ) kentara 90 buah ( garis LU ) dan keselatan 90 buah ( garis LS ).
Garis bujur ( meridian ) adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan titik kutub antara titik kutub selatan tegak lurus terhadap garis lintang.
            Garis bujur ini jumlahnya 360 buah yang terbagi menjadi 180 buah garis BT dan 180 buah garis BB.
Garis bujur ini titik tolak perhitungannya garis bujur 0˚ yang melalui kota Greenwich
( Inggris ), karena dikota inilah untuk yang pertama kalai diadakan konferensi Astronomi Dunia pada tahun 1683 yang dipimpin oleh James Holmes. Itulah sebabnya waktu diseluruh dunia mengacu pada GMT ( Greenwich Mean Time ).
3.5.  Border ( Garis Tepi Peta ).
Garis ini dimaksudkan untuk meletaknya angka derajat bujur dan angka derajat lintang, dan juga agar letak wilayah ( objek ) yang digambar berada tepat ditengah-tengahnya.
3.6.  Sumber dan Tahun Pembuatan Peta.
Sumber peta dimaksudkan agar pembaca mengetahui dari mana sumber peta diperoleh, sedangkan tahun pembuatan sangat diperlukan terutama pada peta-peta yang menggambarkan data yang mudah berubah seperti peta penyebaran penduduk, peta hasil pertanian dsb.
3.7.  Inset.
Adalah gambar pada peta yang menunjukan lokasi daerah yang dipetakan pada kedudukannya dengan daerah sekitarnya yang lebih luas.
Inset pada peta ada 3 macam menurut pemakainnya yaitu :
3.7.1. Inset yang skalanya sama besar dengan skala peta pokok.
Gunanya untuk mengatasi kekurangan kertas, hal ini terjadi apabila menggambarkan daerah tertentu yang wilayahnya terpencil.
Contoh :
Menggambar wilayah Propinsi Jawa Tengah dengan inset kepulauan Karimunjawa.
3.7.2. Inset yang skalanya lebih besar dari skala peta pokok.
   Gunanya untuk menerangkan bagian dari peta pokok yang dianggap penting.
   Contoh :
                  Menggambar wilayah Kabupaten Brebes dengan inset Cipanas Buaran, Waduk Penjalin Patuguran dsb. 
3.7.3. Inset yang skalanya lebih kecil dari skala peta pokok.
   Gunanya untuk menerangkan hubungan antara peta pokok dengan daerah sekitarnya.
   Contoh :
Menggambar wilayah Republik Indonesia dengan inset negara-negara Asia Tenggara.   
3.8.  Simbol Peta.
Adalah tanda-tanda konversional yang umum digunakan untuk mewakili keadaan yang sebenarnya dan terletak dialam peta.
3.8.1. Menurut sifatnya simbol dibagi menjadi :
a.       Simbol yang bersifat Kwalitatif.
Adalah simbol yang hanya memberikan perbedaan antara yang satu dengan yang lain.
Contoh :
                          – – – – –  = jalan setapak
                           ═══════  = jalan kereta api
b.      Simbol yang bersifat Kwantitatif.
Adalah simbol yang disamping memberikan perbedaan juga memberikan keterangan jumlah, dan biasanya digunakan pada peta-peta khusus, misal : pada peta statistik.
Contoh :
3.8.2. Menurut bentuknya simbol dibagi menjadi :
a.          Simbol Garis ( Line Symbol ), misalnya garis contour.
b.      Simbol Gambar ( Pictrorial Symbol ) misalnya gambar padi, gambar kuda dsb.
c.          Simbol Titik ( Dot Symbol ).
d.      Simbol Bidang ( Area Symbol ).
Penduduk terdapat 5.000 orang /km².
Penduduk terdapat 2.000 orang /km².
Penduduk jarang sekali < 200 orang /km².
3.8.3. Secara garis besar dalam kartografi simbol dibagi menjadi :
a.          Simbol Konvensional.
Adalah simbol yang sesuai dengan aturan tertentu sehingga semua orang mengetahui tanpa melihat pada legenda.
Contoh :
-   Laut dengan warna biru.
-   Jalan raya dengan tanda garis merah.
-   Pegunungan dengan warna coklat.
b.      Simbol Inkonvensional.
Adalah simbol yang dibuat berbeda-beda sesuai dengan kemauan sipembuat peta sehingga harus melihat pada legenda.
3.9.   Warna Peta.
             Memberikan ciri tentang keadaan obyek tertentu.
             Contoh :
                           Warna biru mencirikan lautan ( perairan ).
                           Warna hijau mencirikan daratan rendah.
                           Warna kuning mencirikan dataran tinggi.
                           Warna merah mencirikan bentang hasil budidaya manusia.
                           Warna putih mencirikan puncak pegunungan bersalju.
3.10.   Lettering.
Adalah semua tulisan dan angka-angka didalam peta yang digunakan untuk mempertegas arti dari simbol-simbol yang ada. Lettering sendiri bukan merupakan suatu simbol tetapi sebagai identifikasi dari segala kenampakan. Tipe huruf yang umum digunakan dalam Kartografi adalah :
3.10.1.  Tipe Roman.
Ciri-cirinya huruf tegak, tebal tipis, menggunakan serif. Digunakan untuk menampakan nama negara, kota, desa dsb.
       
3.10.2.  Tipe Italic.
        Ciri-cirinya huruf  miring, tebal tipis, menggunakan serif. Digunakan untuk kenampakan perairan seperti laut, sungai, danau, selat dsb.
3.10.3.  Tipe Gotlic.
        Cirinya huruf tegak sama tebal tanpa menggunakan serif. Digunakan untuk kenampakan relief seperti jalur pegunungan, gunung, lembah, igir, puncak dsb.
3.10.4.  Tipe Gotlic-Italic.
Cirinya huruf  miring, sama tebal, tanpa menggunakan serif. Digunakan untuk kenampakan bentangan budaya seperti jaringan telepon, airpot, jalan raya dsb.
3.11.   Legenda.
Adalah bagian dari peta yang berisi simbol-simbol atau keterangan mengenai kenampakan  yang pokok, baik kenampakan fisiografis maupun sosiografi.
4.    PENGGUNAAN PETA DALAM MENGKAJI UNSUR GEOGRAFIS.
Membaca peta pada hakekatnyamemepelajari medan lewat simbol dan informasi yang ada dalam peta, sehingga kita dapat menafsirkan hal-hal yang berhubungan dengan unsur-unsur geografis.
Faktor-faktor yang dapat dibaca pada peta antara lain :
4.1.   Kenampakan Pokok.
Meliputi kenampakan alam, sosial ekonomi, budaya.
4.2.   Jarak.
Apabila jarak kedua tempat tidak lurus, maka cara mengukurnya dengan benang dan benang tersebut direntangkan pada penggaris ( diukur ) kemudian dikalikan dengan skala.
4.3.   Arah.
Untuk menentukan arah digunakan kompas. Arah yang ditunjukan oleh kompas disebut Azimuth ( magnetik Azimuth ). Azimuth adalah sudut ( busur ) pada horizont yang diukur dari titik utara terhitung 0˚ - 360˚.
Cara menghitung azimuth dengan arah sesuai dengan arah jarum jam,  dimulai dari arah utara maupun dari selatan.
Contoh :                                                                                       


Magnetik azimuth D dari U = 315˚        
               Magnetik azimuth I   dari U = 240˚
               Magnetik azimuth A dari U = 135˚
               Magnetik azimuth N dari U = 15˚
Selain dengan azimut arah dapat juga diukur dengan bearing. Bearing adalah sepotong busur pada lingkaran horizon yang diukur dari titik Utara atau Selatan searah atau berlawanan dengan jarum jam terhitung 0 – 90 .
Contoh :
               A =  S 50  T artinya titik A diukur dari arah Selatan 50  kearah Timur.                                                                               N = U 85  B artinya titik N diukur dari arah Utara 85  kearah Barat.
                I  =  S 30  T artinya titik  I  diukur dari arah Selatan 30  kearah Timur.       
4.4.   Lokasi.
Lokasi atau tempat kenampakan geografis dapat dibaca dengan cara :
4.4.1. Paralel Meridian.
Merupakan cara menentukan lokasi dengan memperhatikan garis lintang ( paralel ) dan garis bujur ( meridian ).
Contoh :
                       Indonesia terletak 95˚BT - 141˚BT dan 6˚LU - 11˚LS.
4.4.2. Jarak dan arah.
Lokasi ditentukan dengan menghubungkan antara jarak dengan arah terhadap suatu tempat yang sudah diketahui.
Contoh :
                                        Magnetik azimuth Salem dilihat dari Bumiayu = 270˚ ( diukur dari utara )  dengan jarak 38 km.
4.4.3. Jarak dengan jarak ( Koordinat grid ).
         Lokasi ditentukan berdasarkan jarak dengan jarak ( dalam ribuan meter ) dari titik tertentu yang dianggap sebagai titik pangkal ( 0,0 ).
Contoh :
         Lokasi A ( 500,200 ) untuk sistim grid ( kisi-kisi ) Indonesia dibaca A terletak 500.000 meter kearah timur dari ( 0,0 ) dan terletak 200.000 meter kearah utara dari ( 0,0 ). Perhatikan pertemuan absisi dan ordinal pada peta disamping ini bila kota Tabanan ( 23,3;12 ) dari kota Denpasar ( 23,10;10,7 ).
4.4.4. Arah dengan arah.
         Dapat ditentukan dengan cara :
a.       Resection.
Yaitu menentukan kedudukan tempat yang tidak diketahui di peta dimana kita berdiri di lapangan,  dengan pertolongan dua titik yang dikenal baik, baik di peta maupun di lapangan.
                                  Contoh :   
 
Di lapangan kita pilih dua kenampakan geografi yang tergambar dalam peta
( misalnya : gunung, bukit ). Dari tempat kita berdiri kompas diarahkan kedua kenampakan tersebut.
Kemampuan A menunjukan azimuth 40˚ sedangkan kemampuan B mewujudkan azimuth 70˚.
Dari kedua kenampakn itu dibuat sudut, dan perpotongannya merupakan kedudukan kita ( pengamat ). 
a.       Intersection.
Yaitu menentukan kedudukan tempat yang tidak ada di peta, tetapi di lapangan diketahui, dengan menggunakan pertolongan dua tempat yang dikenal, baik di peta maupun dilapangan.
Contoh :
Kita pilih dua kenampakan geografi yang tergambar di peta. Kemudian dari kenampakan A kompas diarahkan pada kenampakan di medan yang akan ditentukan lokasinya di peta.
Kompas menunjukan azimuth 27˚. Dari kenampakan AB kompas diarahkan pada kenampakan di medan yang akan ditentukan lokasinya di peta.
Kompas menunjukan azimuth 330˚.
Baik dari A maupun B dibuat sudut maka kaki-kaki sudut akan berpotongan.
Titik perpotongan itulah merupakan kedudukan kenampakan di peta.
4.5.   Ketinggian.
Unsur ketinggian ini didalam peta dapat dibaca secara langsung antara lain :
4.5.1. Garis Contour.
         Pada dasarnya merupakan proyeksi bentuk medan pada bidang datar, sehingga mudah dipakai bahwa garis contour yang digambarkan rapat menunjukan medan yang terjal.
4.5.2. Titik Triangulasi ( Spothigh elevation ).
         Adalah informasi pada peta hasil pengukuran di medan yang menunjukan ketinggian suatu tempat.
4.5.3. Titik-titik tinggi yang digambarkan pada peta tersebut terdapat kenampakan geografi yang penting.
5.    PROYEKSI PETA.
Adalah cara pemindahan dari bentuk permukaan yang lengkung ( bola bumi ) pada suatu bidang datar.
Oleh karena itu didalam memproyeksikan peta terdapat beberapa ketentuan umum ( syarat-syarat )
Sebagai berikut :
a.       Bentuk yang diubah harus tetap.
b.      Luas permukaan yang diubah harus tetap.
c.       Jarak antara satu titik dengan titik yang lain diatas permukaaan diubah harus tetap.
d.      Peta yang diubah tidak mengalami penyimpangan ( perubahan ) arah.
     Akibat tidak memungkinkan proyeksi peta memenuhi semua ketentuan ( syarat ) diatas maka timbul beberapa jenis proyeksi peta.
5.1.  Menurut garis kharakteristiknya proyeksi peta dibagi menjadi :
Garis kharakter adalah garis yang selalu melalui pusat globe yang merupakan sumber bidang proyeksi.
5.1.1. Proyeksi Normal.
   Adalah proyeksi peta yang sumbu buminya berhimpit ( sejajar ) dengan garis kharakteristik bidang proyeksinya.
5.1.2. Proyeksi Transversal ( melintang ).
   Adalah proyeksi peta yang sumbu buminya tegak lurus terhadap bidang proyeksinya.
5.1.3. Proyeksi Oblique ( miring ).
   Adalah proyeksi peta yang sumbu buminya membentuk sudut terhadap garis kharakteristik bidang proyeksinya.
 
5.2.  Menurut distorsinya ( kesalahannya ) proyeksi petaa menjadi :
5.2.1. Proyeksi Equidistant.
   Adalah proyeksi peta yang mempertahankan unsur jarak, sedangkan unsur bentuk dan luas boleh mengalami perubahan.
   Proyeksi ini cocok bagi peta navigasi yang rutenya melalui ( bertolak dari pusat peta ).
5.2.2. Proyeksi Conform ( Orthomorphic ).
   Adalah proyeksi peta yang mempertahankan unsur bentuk, sedangkan unsur luas dan jarak boleh mengalami perubahan.
   Proyeksi ini cocok untuk menunjukan arah bagi kepentingan peta navigasi.
5.2.3. Proyeksi Equivalent ( Equal Area ).
   Adalah proyeksi peta yang mempertahankan unsur luas, sedangkan unsur bentuk dan jarak boleh mengalami perubahan.
Proyeksi ini cocok untuk peta penyebaran fenomena yang bersifat Kwantitatip seperti penyebaran produksi padi, jagung dsb.
  
5.3.  Menurut bidang proyeksinya, proyeksi peta dibagi menjadi :
5.3.1. Proyeksi Azimuthal ( Zenithal ).
   Adalah proyeksi peta yang bidang proyeksinya bidang datar yang menyinggung bola bumi pada salah satu titik permukaan bumi.
   Proyeksi ini sasaran utama proyeksinya adalah daerah kutub (garis lintang 60˚ s/d 90˚).
   Proyeksi Azimuthal ini terbagi menjadi :
   5.3.1.1.  Proyeksi Azimuthal Normal ( Kutub ).
                 Adalah proyeksi azimuth yang bidang proyeksinya menyinggung kutub.
5.3.1.2. Proyeksi Azimuthal Transversal ( Equator ).
             Adalah proyeksi azimuth yang bidang proyeksinya tegak lurus dengan equator.
5.3.1.3. Proyeksi Azimuthal Oblique ( Miring ).
Adalah proyeksi azimuth yang bidang proyeksinya membentuk sudut terhadap sumbu bumi. 

5.3.2. Proyeksi Silinder.
   Adalah proyeksi peta yang bidang proyeksinya berbentuk silinder ( tabung ) dan menyinggung bola bumi.
Proyeksi silinder ini sasaran utama proyeksinya adalah daerah sekitar equator ( garis lintang 30˚ LU - 30˚ LS ).
Proyeksi silinder ini terbagi menjadi :
5.3.2.1.   Proyeksi Silinder Normal.
          Adalah proyeksi silinder yang kedudukan silinder ( bidang-bidang proyeksi ) menyinggung equator.
5.3.2.2.      Proyeksi Silinder Transversal.
                 Adalah proyeksi silinder yang kedudukan silinder menyinggung bidang equator.
 
5.4. Menurut kontruksinya ( cara pembuatan ) proyeksi peta dibagi menjadi :
5.4.1. Proyeksi Perspektif.
             Adalah proyeksi peta yang cara pembuatannya mengikuti kaidah ilmu pasti, dan hasilnya diperoleh dari peninjauan langsung pada globe.
            5.4.2. Proyeksi Non Perspektif.
Adalah proyeksi peta yang cara pembuatannya tidak mengikuti kaidah ilmu pasti, tetapi hanya merupakan modifikasi ( perubahan ) saja tanpa peninjauan langsung dari globe.
5.5.   Menurut methode yang digunakan proyeksi peta dibagi menjadi :
5.5.1. Proyeksi Mercator.
          Adalah proyeksi peta yang garis lintang dan garis bujurnya berwujud garis lurus.
          Proyeksi ini cukup baik untuk menggambar peta yang daerahnyatidak luas disekitar equator. 
          Ciri-ciri proyeksi mercator adalah :
a.         Garis horizontal ( lintang ) dan garis vertikal ( bujur ) saling tegak lurus.
b.    Ukuran petak ( dam ) sama.
c.         Tidak ada perbedaan ukuran petak dikutub dan diequator.
d.      Penggambaran meliputi daerah yang sempit.
5.5.2. Proyeksi Conic.
          Adalah proyeksi peta yang berfokus dari kutub dengan garis bujur dan garis lintang yang melengkung. Proyeksi ini cukup baik untuk menggambar daerah disekitar kutub.
          Ciri-ciri proyeksi conic adalah :
a.           Pusat fokus dikutub.
b.      Garis horizontal dan garis vertikal tidak tegak lurus.
c.           Ukuran petak ( dam ) besarnya tidak sama.
d.      Semakin jauh dari kutub ukuran petak/ dam semakin besar.
e.           Garis vertikal ( garis bujur ) lurus sedangkan garis horizontal ( garis lintang ) berupa lingkaran.
5.5.3. Proyeksi Equator Area.
          Adalah proyeksi peta yang fokusnya menyinggung bola pada equator.
          Daerah yang tergambar dari equator paling besar pada 45˚LS / LU.
          Ciri-ciri proyeksi equator area adalah :
a.                                 Semakin jauh dari equator semakin besar kesalahannya.
b.    Kesalahan pada paralel lebih cepat terjadi karena paralel berbentuk bengkok mendekati lingkaran.
c.    Tidak dapat untuk menggambar belahan bumi.
d.    Membuatnya cukup sukar.
e.    Hanya tepat untuk menggambar daerah disekitar equator.
5.5.4.  Proyeksi Echert.
          Adalah proyeksi peta yang dibuat dua lingkaran dengan jari-jari bersinggungan.
Proyeksi ini cukup baik untuk menggambar daerah lintang tengah dan menggambar bola bumi.
          Ciri-ciri proyeksi echert adalah :
a.       Dua lingkaran bersinggungan dengan dasar garis equator.
b.      Garis lintang lurus dan garis bujur melengkung.
6.      INTERPRETASI PETA.
Pola distribusi penduduk dapat memberikan petunjuk tentang keadaan relief suatu daerah,      keadaan transportasi, tata air sutu tempat, dansebagainya dengan penjelasan sebagai berikut :
6.1. Pola persebaran Scattered ( tersebar merata ), menunjukan daerah berelief datar, tanah subur dan transportasi mudah.
6.2. Pola persebaran Dot atau Sporadis, menunjukan daerah yang sulit, sulit air bersih, relief kasar dan sulit transportasi.
6.3. Pola persebaran Elongated ( memanjang ), menunjukan daerah tersebut dilalui jalur
       transportasi atau daerah aliran sungai, sehingga merupakan daerah subur dengan tingkat kemakmuran yang cukup baik.
6.4. Pola persebaran Radial ( menjari ), menunjukan daerah bekas vulkanis atau daerah pegunungan, sehingga menguntungkan bagi usaha pertanian.
6.5. Pola persebaran Penduduk tidak teratur ( seperti jala ikan ) menunjukan daerah bekas delta sungai besar yang subur.
6.6. Pemusatan penduduk secara alami selalu dekat dengan air ( muara sungai danau dsb ). 
 
 
*Berbagi ilmu

No comments

Powered by Blogger.